Senin, 18 Oktober 2010

Materi PKn kls XI

Mengenal
Budaya Politik
                                                                                                                                    By: Agstin ws
A. PENDAHULUAN
Kehidupan manusia di dalam masyarakat, memiliki peranan penting dalam sistem politik suatu negara. Manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial, senantiasa akan berinteraksi dengan manusia lain dalam upaya mewujudkan kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup manusia tidak cukup yang bersifat dasar, seperti makan, minum, biologis, pakaian dan papan (rumah). Lebih dari itu, juga mencakup kebutuhan akan pengakuan eksistensi diri dan penghargaan dari orang lain dalam bentuk pujian, pemberian upah kerja, status sebagai anggota masyarakat, anggota suatu partai politik tertentu dan sebagainya.
Setiap warga negara, dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan aspek-aspek politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Dalam proses pelaksanaannya dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung dengan praktik-praktik politik. Jika secara tidak langsung, hal ini sebatas mendengar informasi, atau berita-berita tentang peristiwa politik yang terjadi. Dan jika seraca langsung, berarti orang tersebut terlibat dalam peristiwa politik tertentu.
Kehidupan politik yang merupakan bagian dari keseharian dalam interaksi antar warga negara dengan pemerintah, dan institusi-institusi di luar pemerintah (non-formal), telah menghasilkan dan membentuk variasi pendapat, pandangan dan pengetahuan tentang praktik-praktik perilaku politik dalam semua sistem politik. Oleh karena itu, seringkali kita bisa melihat dan mengukur pengetahuan-pengetahuan, perasaan dan sikap warga negara terhadap negaranya, pemerintahnya, pemimpim politik dan lai-lain.
Budaya politik, merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan ciri-ciri yang lebih khas. Istilah budaya politik meliputi masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijakan pemerintah, kegiatan partai-partai politik, perilaku aparat negara, serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang me¬merintah.
Kegiatan politik juga memasuki dunia keagamaan, kegiatan ekonomi dan sosial, kehidupan pribadi dan sosial secara luas. Dengan demikian, budaya politik langsung mempengaruhi kehidupan politik dan menentukan keputusan nasional yang menyangkut pola pengalokasian sumber-sumber masyarakat.

B. PENGERTIAN BUDAYA POLITIK
1. Pengertian Umum Budaya Politik
Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat. Namun, setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti antara masyarakat umum dengan para elitenya. Seperti juga di Indonesia, menurut Benedict R. O'G Anderson, kebudayaan Indonesia cenderung membagi secara tajam antara kelompok elite dengan kelompok massa.
Almond dan Verba mendefinisikan budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu. Dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu. Lebih jauh mereka menyatakan, bahwa warga negara senantiasa mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol-simbol dan lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki. Dengan orientasi itu pula mereka menilai serta mempertanyakan tempat dan peranan mereka di dalam sistem politik.
Berikut ini adalah beberapa pengertian budaya politik yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk lebih memahami secara teoritis sebagai berikut :
a. Budaya politik adalah aspek politik dari nilai-nilai yang terdiri atas pengetahuan, adat istiadat, tahayul, dan mitos. Kesemuanya dikenal dan diakui oleh sebagian besar masyarakat. Budaya politik tersebut memberikan rasional untuk menolak atau menerima nilai-nilai dan norma lain.
b. Budaya politik dapat dilihat dari aspek doktrin dan aspek generiknya. Yang pertama menekankan pada isi atau materi, seperti sosialisme, demokrasi, atau nasionalisme. Yang kedua (aspek generik) menganalisis bentuk, peranan, dan ciri-ciri budaya politik, seperti militan, utopis, terbuka, atau tertutup.
c. Hakikat dan ciri budaya politik yang menyangkut masalah nilai-nilai adalah prinsip dasar yang melandasi suatu pandangan hidup yang berhubungan dengan masalah tujuan.
d. Bentuk budaya politik menyangkut sikap dan norma, yaitu sikap terbuka dan tertutup, tingkat militansi seseorang terhadap orang lain dalam pergaulan masyarakat. Pola kepemimpinan (konformitas atau mendorong inisiatif kebebasan), sikap terhadap mobilitas (mempertahankan status quo atau men¬dorong mobilitas), prioritas kebijakan (menekankan ekonomi atau politik).
Dengan pengertian budaya politik di atas, nampaknya membawa kita pada suatu pemahaman konsep yang memadukan dua tingkat orientasi politik, yaitu sistem dan individu. Dengan orientasi yang bersifat individual ini, tidaklah berarti bahwa dalam memandang sistem politiknya kita menganggap masyarakat akan cenderung bergerak ke arah individualisme. Jauh dari anggapan yang demikian, pandangan ini melihat aspek individu dalam orientasi politik hanya sebagai pengakuan akan adanya fenomena dalam masyarakat secara keseluruhan tidak dapat melepaskan diri dari orientasi individual.

2. Pengertian Budaya Politik Menurut Para Ahli
Terdapat banyak sarjana ilmu politik yang telah mengkaji tema budaya politik, sehingga terdapat variasi konsep tentang budaya politik yang kita ketahui. Namun bila diamati dan dikaji lebih jauh, tentang derajat perbedaan konsep tersebut tidaklah begitu besar, sehingga tetap dalam satu pemahaman dan rambu-rambu yang sama. Berikut ini merupakan pengertian dari beberapa ahli ilmu politik tentang budaya politik.
a. Rusadi Sumintapura
Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.
b. Sidney Verba
Budaya politik adalah suatu sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol ekspresif dan nilai-nilai yang menegaskan suatu situasi dimana tindakan politik dilakukan.
c. Alan R. Ball
Budaya politik adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu politik.
d. Austin Ranney
Budaya politik adalah seperangkat pandangan-pandangan tentang politik dan pemerintahan yang dipegang secara bersama-sama; sebuah pola orientasi-orientasi terhadap objek-objek politik.
e. Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr.
Budaya politik berisikan sikap, keyakinan, nilai dan keterampilan yang berlaku bagi seluruh populasi, juga kecenderungan dan pola-pola khusus yang terdapat pada bagian-bagian tertentu dari populasi.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas (dalam arti umum atau menurut para ahli), maka dapat ditarik beberapa batasan konseptual tentang budaya politik sebagai berikut :
Pertama : bahwa konsep budaya politik lebih mengedepankan aspek-aspek non-perilaku aktual berupa tindakan, tetapi lebih menekankan pada berbagai perilaku non-aktual seperti orientasi, sikap, nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan. Hal inilah yang menyebabkan Gabriel A. Almond memandang bahwa budaya politik adalah dimensi psikologis dari sebuah sistem politik yang juga memiliki peranan penting berjalannya sebuah sistem politik.
Kedua : hal-hal yang diorientasikan dalam budaya politik adalah sistem politik, artinya setiap berbicara budaya politik maka tidak akan lepas dari pembicaraan sistem politik. Hal-hal yang diorientasikan dalam sistem politik, yaitu setiap komponen-komponen yang terdiri dari komponen-komponen struktur dan fungsi dalam sistem politik. Seseorang akan memiliki orientasi yang berbeda terhadap sistem politik, dengan melihat fokus yang diorientasikan, apakah dalam tataran struktur politik, fungsi-fungsi dari struktur politik, dan gabungan dari keduanya. Misal orientasi politik terhadap lembaga politik terhadap lembaga legislatif, eksekutif dan sebagainya.
Ketiga : budaya politik merupakan deskripsi konseptual yang menggambarkan komponen-komponen budaya politik dalam tataran masif (dalam jumlah besar), atau mendeskripsikan masyarakat di suatu negara atau wilayah, bukan per-individu. Hal ini berkaitan dengan pemahaman, bahwa budaya politik merupakan refleksi perilaku warga negara secara massal yang memiliki peran besar bagi terciptanya sistem politik yang ideal.
3. Komponen-Komponen Budaya Politik
Seperti dikatakan oleh Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr., bahwa budaya politik merupakan dimensi psikologis dalam suatu sistem politik. Maksud dari pernyataan ini menurut Ranney, adalah karena budaya politik menjadi satu lingkungan psikologis, bagi terselenggaranya konflik-konflik politik (dinamika politik) dan terjadinya proses pembuatan kebijakan politik. Sebagai suatu lingkungan psikologis, maka komponen-komponen berisikan unsur-unsur psikis dalam diri masyarakat yang terkategori menjadi beberapa unsur.
Menurut Ranney, terdapat dua komponen utama dari budaya politik, yaitu orientasi kognitif (cognitive orientations) dan orientasi afektif (affective oreintatations). Sementara itu, Almond dan Verba dengan lebih komprehensif mengacu pada apa yang dirumuskan Parsons dan Shils tentang klasifikasi tipe-tipe orientasi, bahwa budaya politik mengandung tiga komponen obyek politik sebagai berikut.
Orientasi kognitif : yaitu berupa pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan outputnya.
Orientasi afektif : yaitu perasaan terhadap sistem politik, peranannya, para aktor dan pe-nampilannya.
Orientasi evaluatif : yaitu keputusan dan pendapat tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan.


C. TIPE-TIPE BUDAYA POLITIK
1. Berdasarkan Sikap Yang Ditunjukkan
Pada negara yang memiliki sistem ekonomi dan teknologi yang kompleks, menuntut kerja sama yang luas untuk memper¬padukan modal dan keterampilan. Jiwa kerja sama dapat diukur dari sikap orang terhadap orang lain. Pada kondisi ini budaya politik memiliki kecenderungan sikap ”militan” atau sifat ”tolerasi”.
a. Budaya Politik Militan
Budaya politik dimana perbedaan tidak dipandang sebagai usaha mencari alternatif yang terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan menantang. Bila terjadi kriris, maka yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan disebabkan oleh peraturan yang salah, dan masalah yang mempribadi selalu sensitif dan membakar emosi.
b. Budaya Politik Toleransi
Budaya politik dimana pemikiran berpusat pada masalah atau ide yang harus dinilai, berusaha mencari konsensus yang wajar yang mana selalu membuka pintu untuk bekerja sama. Sikap netral atau kritis terhadap ide orang, tetapi bukan curiga terhadap orang.
Jika pernyataan umum dari pimpinan masyarakat bernada sangat militan, maka hal itu dapat men¬ciptakan ketegangan dan menumbuhkan konflik. Kesemuanya itu menutup jalan bagi pertumbuhan kerja sama. Pernyataan dengan jiwa tolerasi hampir selalu mengundang kerja sama. Berdasarkan sikap terhadap tradisi dan perubahan. Budaya Politik terbagi atas :
a. Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Absolut
Budaya politik yang mempunyai sikap mental yang absolut memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang. dianggap selalu sempurna dan tak dapat diubah lagi. Usaha yang diperlukan adalah intensifikasi dari kepercayaan, bukan kebaikan. Pola pikir demikian hanya memberikan perhatian pada apa yang selaras dengan mentalnya dan menolak atau menyerang hal-hal yang baru atau yang berlainan (bertentangan). Budaya politik yang bernada absolut bisa tumbuh dari tradisi, jarang bersifat kritis terhadap tradisi, malah hanya berusaha memelihara kemurnian tradisi. Maka, tradisi selalu dipertahankan dengan segala kebaikan dan keburukan. Kesetiaan yang absolut terhadap tradisi tidak memungkinkan pertumbuhan unsur baru.
b. Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Akomodatif
Struktur mental yang bersifat akomodatif biasanya terbuka dan sedia menerima apa saja yang dianggap berharga. Ia dapat melepaskan ikatan tradisi, kritis terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai kembali tradisi berdasarkan perkembangan masa kini.
Tipe absolut dari budaya politik sering menganggap perubahan sebagai suatu yang membahayakan. Tiap perkembangan baru dianggap sebagai suatu tantangan yang berbahaya yang harus dikendalikan. Perubahan dianggap sebagai penyim¬pangan. Tipe akomodatif dari budaya politik melihat perubahan hanya sebagai salah satu masalah untuk dipikirkan. Perubahan mendorong usaha perbaikan dan pemecahan yang lebih sempurna.
2. Berdasarkan Orientasi Politiknya
Realitas yang ditemukan dalam budaya politik, ternyata memiliki beberapa variasi. Berdasarkan orientasi politik yang dicirikan dan karakter-karakter dalam budaya politik, maka setiap sistem politik akan memiliki budaya politik yang berbeda. Perbedaan ini terwujud dalam tipe-tipe yang ada dalam budaya politik yang setiap tipe memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Dari realitas budaya politik yang berkembang di dalam masyarakat, Gabriel Almond mengklasifikasikan budaya politik sebagai berikut :
a. Budaya politik parokial (parochial political culture), yaitu tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, yang disebabkan faktor kognitif (misalnya tingkat pendidikan relatif rendah).
b. Budaya politik kaula (subyek political culture), yaitu masyarakat bersangkutan sudah relatif maju (baik sosial maupun ekonominya) tetapi masih bersifat pasif.
c. Budaya politik partisipan (participant political culture), yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik sangat tinggi.
Dalam kehidupan masyarakat, tidak menutup kemungkinan bahwa terbentuknya budaya politik merupakan gabungan dari ketiga klasifikasi tersebut di atas. Tentang klasifikasi budaya politik di dalam masyarakat lebih lanjut adalah sebagai berikut.
No Budaya Politik Uraian / Keterangan
1. Parokial a. Frekuensi orientasi terhadap sistem sebagai obyek umum, obyek-obyek input, obyek-obyek output, dan pribadi sebagai partisipan aktif mendekati nol.
b. Tidak terdapat peran-peran politik yang khusus dalam masyarakat.
c. Orientasi parokial menyatakan alpanya harapan-harapan akan perubahan yang komparatif yang diinisiasikan oleh sistem politik.
d. Kaum parokial tidak mengharapkan apapun dari sistem politik.
e. Parokialisme murni berlangsung dalam sistem tradisional yang lebih sederhana dimana spesialisasi politik berada pada jenjang sangat minim.
f. Parokialisme dalam sistem politik yang diferensiatif lebih bersifat afektif dan normatif dari pada kognitif.
2. Subyek/Kaula a. Terdapat frekuensi orientasi politik yang tinggi terhadap sistem politik yang diferensiatif dan aspek output dari sistem itu, tetapi frekuensi orientasi terhadap obyek-obyek input secara khusus, dan terhadap pribadi sebagai partisipan yang aktif mendekati nol.
b. Para subyek menyadari akan otoritas pemerintah
c. Hubungannya terhadap sistem plitik secara umum, dan terhadap output, administratif secara esensial merupakan hubungan yang pasif.
d. Sering wujud di dalam masyarakat di mana tidak terdapat struktur input yang terdiferensiansikan.
e. Orientasi subyek lebih bersifat afektif dan normatif daripada kognitif.
3. Partisipan a. Frekuensi orientasi politik sistem sebagai obyek umum, obyek-obyek input, output, dan pribadi sebagai partisipan aktif mendekati satu.
b. Bentuk kultur dimana anggota-anggota masyarakat cenderung diorientasikan secara eksplisit terhadap sistem politik secara komprehensif dan terhadap struktur dan proses politik serta administratif (aspek input dan output sistem politik)
c. Anggota masyarakat partisipatif terhadap obyek politik
d. Masyarakat berperan sebagai aktivis.

Kondisi masyarakat dalam budaya politik partisipan mengerti bahwa mereka berstatus warga negara dan memberikan perhatian terhadap sistem politik. Mereka memiliki kebanggaan terhadap sistem politik dan memiliki kemauan untuk mendiskusikan hal tersebut. Mereka memiliki keyakinan bahwa mereka dapat mempengaruhi pengambilan kebijakan publik dalam beberapa tingkatan dan memiliki kemauan untuk mengorganisasikan diri dalam kelompok-kelompok protes bila terdapat praktik-praktik pemerintahan yang tidak fair.
Budaya politik partisipan merupakan lahan yang ideal bagi tumbuh suburnya demokrasi. Hal ini dikarenakan terjadinya harmonisasi hubungan warga negara dengan pemerintah, yang ditunjukan oleh tingkat kompetensi politik, yaitu menyelesaikan sesuatu hal secara politik, dan tingkat efficacy atau keberdayaan, karena mereka merasa memiliki setidaknya kekuatan politik yang ditunjukan oleh warga negara. Oleh karena itu mereka merasa perlu untuk terlibat dalam proses pemilu dan mempercayai perlunya keterlibatan dalam politik. Selain itu warga negara berperan sebagai individu yang aktif dalam masyarakat secara sukarela, karena adanya saling percaya (trust) antar warga negara. Oleh karena itu dalam konteks politik, tipe budaya ini merupakan kondisi ideal bagi masyarakat secara politik.
Budaya Politik subyek lebih rendah satu derajat dari budaya politikpartisipan. Masyarakat dalam tipe budaya ini tetap memiliki pemahaman yang sama sebagai warga negara dan memiliki perhatian terhadap sistem politik, tetapi keterlibatan mereka dalam cara yang lebih pasif. Mereka tetap mengikuti berita-berita politik, tetapi tidak bangga terhadap sistem politik negaranya dan perasaan komitmen emosionalnya kecil terhadap negara. Mereka akan merasa tidak nyaman bila membicarakan masalah-masalah politik.
Demokrasi sulit untuk berkembang dalam masyarakat dengan budaya politik subyek, karena masing-masing warga negaranya tidak aktif. Perasaan berpengaruh terhadap proses politik muncul bila mereka telah melakukan kontak dengan pejabat lokal. Selain itu mereka juga memiliki kompetensi politik dan keberdayaan politik yang rendah, sehingga sangat sukar untuk mengharapkan artisipasi politik yang tinggi, agar terciptanya mekanisme kontrol terhadap berjalannya sistem politik.
Budaya Politik parokial merupakan tipe budaya politik yang paling rendah, yang didalamnya masyarakat bahkan tidak merasakan bahwa mereka adalah warga negara dari suatu negara, mereka lebih mengidentifikasikan dirinya pada perasaan lokalitas. Tidak terdapat kebanggaan terhadap sistem politik tersebut. Mereka tidak memiliki perhatian terhadap apa yang terjadi dalam sistem politik, pengetahuannya sedikit tentang sistem politik, dan jarang membicarakan masalah-masalah politik.
Budaya politik ini juga mengindikasikan bahwa masyarakatnya tidak memiliki minat maupun kemampuan untuk berpartisipasi dalam politik. Perasaan kompetensi politik dan keberdayaan politik otomatis tidak muncul, ketika berhadapan dengan institusi-institusi politik. Oleh karena itu terdapat kesulitan untuk mencoba membangun demokrasi dalam budaya politik parokial, hanya bisa bila terdapat institusi-institusi dan perasaan kewarganegaraan baru. Budaya politik ini bisa dtemukan dalam masyarakat suku-suku di negara-negara belum maju, seperti di Afrika, Asia, dan Amerika Latin.
Namun dalam kenyataan tidak ada satupun negara yang memiliki budaya politik murni partisipan, pariokal atau subyek. Melainkan terdapat variasi campuran di antara ketiga tipe-tipe tersebut, ketiganya menurut Almond dan Verba tervariasi ke dalam tiga bentuk budaya politik, yaitu :
a. Budaya politik subyek-parokial (the parochial- subject culture)
b. Budaya politik subyek-partisipan (the subject-participant culture)
c. Budaya politik parokial-partisipan (the parochial-participant culture)
Berdasarkan penggolongan atau bentuk-bentuk budaya politik di atas, dapat dibagi dalam tiga model kebudayaan politik sebagai berikut :
Model-Model Kebudayaan Politik
Demokratik Industrial Sistem Otoriter Demokratis Pra Industrial
Dalam sistem ini cukup banyak aktivis politik untuk menjamin adanya kompetisi partai-partai poli-tik dan kehadiran pemberian suara yang besar. Di sini jumlah industrial dan modernis sebagian kecil, meskipun terdapat organisasi politik dan partisipan politik seperti mahasiswa, kaum in-telektual dengan tindakan persuasif menentang sis-tem yang ada, tetapi seba-gian besar jumlah rakyat hanya menjadi subyek yang pasif. Dalam sistem ini hanya terdapat sedikit sekali parti-sipan dan sedikit pula keter-libatannya dalam peme-rintahan

Pola kepemimpinan sebagai bagian dari budaya politik, menuntut konformitas atau mendorong aktivitas. Di negara berkembang seperti Indonesia, pemerintah diharapkan makin besar peranannya dalam pembangunan di segala bidang. Dari sudut penguasa, konformitas menyangkut tuntutan atau harapan akan dukungan dari rakyat. Modifikasi atau kompromi tidak diharapkan, apalagi kritik. Jika pemimpin itu merasa dirinya penting, maka dia menuntut rakyat menunjuk¬kan kesetiaannya yang tinggi. Akan tetapi, ada pula elite yang menyadari inisiatif rakyat yang menentukan tingkat pembangunan, maka elite itu sedang mengembang¬kan pola kepemimpinan inisiatif rakyat dengan tidak mengekang kebebasan.
Suatu pemerintahan yang kuat dengan disertai kepasifan yang kuat dari rakyat, biasanya mempunyai budaya politik bersifat agama politik, yaitu politik dikembang¬kan berdasarkan ciri-ciri agama yang cenderung mengatur secara ketat setiap anggota masyarakat. Budaya tersebut merupakan usaha percampuran politik dengan ciri-ciri keagamaan yang dominan dalam masyarakat tradisional di negara yang baru berkembang.
David Apter memberi gambaran tentang kondisi politik yang menimbulkan suatu agama politik di suatu masyarakat, yaitu kondisi politik yang terlalu sentralistis dengan peranan birokrasi atau militer yang terlalu kuat. Budaya politik para elite berdasarkan budaya politik agama tersebut dapat mendorong atau menghambat pembangunan karena massa rakyat harus menyesuaikan diri pada kebijaksanaan para elite politik.
D. SOSIALISASI PENGEMBANGAN BUDAYA POLITIK
Sosialisasi Politik, merupakan salah satu dari fungsi-fungsi input sistem politik yang berlaku di negara-negara manapun juga baik yang menganut sistem politik demokratis, otoriter, diktator dan sebagainya. Sosialisasi pepolitik, merupakan proses pembentukan sikap dan orientasi politik pada anggota masyarakat.
Keterlaksanaan sosialisasi politik, sangat ditentukan oleh lingkungan sosial, ekonomi, dan kebudayaan di mana seseorang/individu berada. Selain itu, juga ditentukan oleh interaksi pengalaman¬-pengalaman serta kepribadian seseorang. Sosialsiasi politik, merupakan proses yang ber¬langsung lama dan rumit yang dihasilkan dari usaha saling mempengaruhi di antara kepribadian individu dengan pengalaman-pengalaman politik yang relevan yang memberi bentuk terhadap tingkah laku politiknya. Pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap¬-sikap yang diperoleh seseorang itu membentuk satu layar persepsi, melalui mana individu menerima rangsangan-rangsangan politik. Tingkah laku politik seseorang berkembang secara berangsur-angsur.
Jadi, sosialisasi politik adalah proses dengan mana individu-individu dapat memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap-sikap terhadap sistem politik masyarakatnya. Peristiwa ini tidak menjamin bahwa masyarakat mengesahkan sistem politiknya, sekalipun hal ini mungkin bisa terjadi. Sebab hal ini bisa saja menyebabkan pengingkaran terhadap legitimasi. Akan tetapi, apakah akan menuju kepada stagnasi atau perubahan, tergantung pada keadaan yang menyebabkan pengingkaran tersebut. Apabila tidak ada legitimasi itu disertai dengan sikap bermusuhan yang aktif terhadap sistem politiknya, maka perubahan mungkin terjadi. Akan tetapi, apabila legitimasi itu dibarengi dengan sikap apatis terhadap sistem politiknya, bukan tak mungkin yang dihasilkan stagnasi
1. Pengertian Menurut Para ahli
Berbagai pengertian atau batasan mengenai sosialisasi politik telah banyak dilakukan oleh para ilmuwan terkemuka. Sama halnya dengan pengertian-pengertian tentang budaya politik, sistem politik dan seterusnya, meskipun diantara para ahli politik terdapat perbedaan, namun pada umumnya tetap pada prinsip-prinsip dan koridor yang sama. Berikut ini akan dikemukana beberapa pengertian sosialisasi politik menurut para ahli.


a. David F. Aberle, dalam “Culture and Socialization”
Sosialisasi politik adalah pola-pola mengenai aksi sosial, atau aspek-aspek tingkah laku, yang menanamkan pada individu-individu keterampilan-keterampilan (termasuk ilmu pengetahuan), motif-motif dan sikap-sikap yang perlu untuk menampilkan peranan-peranan yang sekarang atau yang tengah diantisipasikan (dan yang terus berkelanjutan) sepanjang kehidupan manusia normal, sejauh peranan-peranan baru masih harus terus dipelajari.
b. Gabriel A. Almond
Sosialisasi politik menunjukkan pada proses dimana sikap-sikap politik dan pola-pola tingkah laku politik diperoleh atau dibentuk, dan juga merupakan sarana bagi suatu generasi untuk menyampaikan patokan-patokan politik dan keyakinan-keyakinan politik kepada generasi berikutnya.
c. Irvin L. Child
Sosialisasi politik adalah segenap proses dengan mana individu, yang dilahirkan dengan banyak sekali jajaran potensi tingkah laku, dituntut untuk mengembangkan tingkah laku aktualnya yang dibatasi di dalam satu jajaran yang menjadi kebiasaannya dan bisa diterima olehnya sesuai dengan standar-standar dari kelompoknya.
d. Richard E. Dawson dkk.
Sosialisasi politik dapat dipandang sebagai suatu pewarisan pengetahuan, nilai-nilai dan pandangan-pandangan politik dari orang tua, guru, dan sarana-sarana sosialisasi yang lainnya kepada warga negara baru dan mereka yang menginjak dewasa.
e. S.N. Eisentadt, dalam From Generation to Ganeration
Sosialisasi politik adalah komunikasi dengan dan dipelajari oleh manusia lain, dengan siapa individu-individu yang secara bertahap memasuki beberapa jenis relasi-relasi umum. Oleh Mochtar Mas’oed disebut dengan transmisi kebudayaan.
f. Denis Kavanagh
Sosialisasi politik merupakan suatu proses dimana seseorang mempelajari dan menumbuhkan pandangannya tentang politik.
g. Alfian
Mengartikan pendidikan politik sebagai usaha sadar untuk mengubah proses sosialisasi politik masyarakat, sehingga mereka mengalami dan menghayati betul nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sistem politik yang ideal yang hendak dibangun. Hasil dari penghayatan itu akan melahirkan sikap dan perilaku politik baru yang mendukung sistem politik yang ideal tersebut, dan bersamaan dengan itu lahir pulalah kebudayaan politik baru. Dari pandangan Alfian, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yakni:
pertama : sosialisasi politik hendaknya dilihat sebagai suatu proses yang berjalan terus-menerus selama peserta itu hidup.
Kedua : sosialisasi politik dapat berwujud transmisi yang berupa pengajaran secara langsung dengan melibatkan komunikasi informasi, nilai-nilai atau perasaan-perasaan mengenai politik secara tegas. Proses mana berlangsung dalam keluarga, sekolah, kelompok pergaulan, kelompok kerja, media massa, atau kontak politik langsung.

Dari sekian banyak definisi ini nampak mempunyai banyak kesamaan dalam mengetengah-kan beberapa segi penting sosialisasi politik, sebagai berikut.
a. Sosialisasi secara fundamental merupakan proses hasil belajar, belajar dari pengalaman/ pola-pola aksi.
b. memberikan indikasi umum hasil belajar tingkah laku individu dan kelompok dalam batas-batas yang luas, dan lebih khusus lagi, berkenaan pengetahuan atau informasi, motif-motif (nilai-nilai) dan sikap-sikap.
c. sosialisasi itu tidak perlu dibatasi pada usia anak-anak dan remaja saja (walaupun periode ini paling penting), tetapi sosialisasi berlangsung sepanjang hidup.
d. bahwa sosialisasi merupakan prakondisi yang diperlukan bagi aktivitas sosial, dan baik secara implisit maupun eksplisit memberikan penjelasan mengenai tingkah laku sosial.
Dari sekian banyak pendapat di atas, menurut Michael Rush & Phillip Althoff, ada dua masalah yang berasosiasi dengan definisi-definisi tersebut di atas.
Pertama : seluas manakah sosialisasi itu merupakan proses pelestarian yang sistematis? Hal ini penting sekali untuk menguji hubungan antara sosialisasi dan perubahan sosial; atau istilah kaum fungsionalis, sebagai pemeliharaan sistem. Dalam kenyataan tidak ada alasan sama sekali untuk menyatakan mengapa suatu teori mengenai sosialisasi politik itu tidak mampu memperhitungkan: ada atau tidaknya perubahan sistematik dan perubahan sosial; menyediakan satu teori yang memungkin pencantuman dua variabel penting, dan tidak membatasi diri dengan segala sesuatu yang telah dipelajari, dengan siapa yang diajar, siapa yang mengajar dan hasil-hasil apa yang diperoleh. Dua variabel penting adalah pengalaman dan kepribadian dan kemudian akan dibuktikan bahwa kedua-duanya, pengalaman dan kepribadian individu, lebih-lebih lagi pengalaman dan kepribadian kelompok-kelompok individu- adalah fundamental bagi proses sosialisasi dan bagi proses perubahan.
Kedua : adalah berkaitan dengan keluasan, yang mencakup tingkah laku, baik yang terbuka maupun yang tertutup, yang diakses yang dipelajari dan juga bahwa berupa instruksi. Instruksi merupakan bagian penting dari sosialisasi, tidak perlu disangsikan, orang tua bisa mengajarkan kepada anak-anaknya beberapa cara tingkah laku sosial tertentu; sistem-sistem pendidikan kemasyarakatan, dapat memasukkan sejumlah ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan; negara bisa secara berhati-hati menyebarkan ideologi-ideologi resminya. Akan tetapi tidak bisa terlalu ditekankan, bahwa satu bagian besar bahkan sebagian terbesar sosialisasi, merupakan hasil eksperimen; karena semua itu berlangsung secara tidak sadar, tertutup, tidak bisa diakui dan tidak bisa dkenali.
Istilah-istilah seperti “menanamkan” dan sampai batas kecil tertentu “menuntun pada perkembangan” kedua-duanya cenderung mengaburkan segi penting dari sosialisasi. Maka Michael Oakeshott menyatakan; “Pendidikan politik dimulai dari keminkamtaan meminati tradisi dalam bentuk pengamatan dan peniruan terhadap tingkah laku orang tua kita, dan sedikit sekali atau bahkan tidak ada satupun di dunia ini yang tampak di depan mat akita tanpa memberikan kontribusi terhadapnya. Kita menyadari akan masa lampau dan masa yang akan datang, secepat kesadaran kita terhadap masa sekarang.”
Jadi, walaupun kenyataan bahwa sosialisasi itu sebagian bersifat terbuka, sistematik dan disengaja, namun secar atotal adalah tidak realistis untuk berasumsi bahwa makna setiap pengalaman harus diakui oleh pelakunya, atau oleh yang melakukan tindakan yang menyangkut pengalaman tersebut.
Kiranya kita dapat memahami bahwa sosialisasi politik adalah proses, dengan mana individu-individu dapat memperoleh pengetahuan, nilai-nilai dan sikap-sikap terhadap sistem politik masyarakatnya. Peristiwa ini tidak menjamin bahwa masyarakat mengesahkan sistem politiknya, sekalipun hal ini mungkin terjadi. Sebab hal ini bisa saja menyebabkan pengingkaran terhadap legitimasi; akan tetapi apakah hal ini menuju pada stagnasi atau pada perubahan, tergantung pada keadaan yang menyebabkan pengingkaran tersebut. Apabila tidak adanya legitimasi itu disertai dengan sikap bermusuhan yang aktif terhadap sistem politiknya, maka perubahan mungkin saja terjadi, akan tetapi apabila legitimasi itu dibarengi dengan sikap apatis terhadap sistem politiknya, bukan tidakmungkin terjadi stagnasi.
2. Proses Sosialisasi Politik
Perkembangan sosiologi politik diawali pada masa kanak-kanak atau remaja. Hasil riset David Easton dan Robert Hess mengemukakan bahwa di Amerika Serikat, belajar politik dimulai pada usia tiga tahun dan menjadi mantap pada usia tujuh tahun. Tahap lebih awal dari belajar politik mencakup perkembangan dari ikatan-ikatan lingkungan,, seperti "keterikatan kepada sekolah-sekolah mereka", bahwa mereka berdiam di suatu daerah tertentu. Anak muda itu mempunyai kepercayaan pada keindahan negerinva, kebaikan serta kebersihan rakyatnya. Manifestasi ini diikuti oleh simbol-simbol otoritas umum, seperti agen polisi, presiden, dan bendera nasional. Pada usia sembilan dan sepuluh tahun timbul kesadaran akan konsep yang lebih abstrak, seperti pemberian suara, demokrasi, kebebasan sipil, dan peranan warga negara dalam sistem politik.
Peranan keluarga dalam sosialisasi politik sangat penting. Menurut Easton dan Hess, anak-anak mempunyai gambaran yang sama mengenai ayahnya dan presiden selama bertahun-tahun di sekolah awal. Keduanya dianggap sebagai tokoh kekuasaan. Easton dan Dennis mengutarakan ada 4 (empat) tahap dalam proses sosialisasi politik dari anak, yaitu sebagai berikut.
a. Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti orang tua anak, presiden dan polisi.
b. Perkembangan pembedaan antara otoritas internal dan yang ekternal, yaitu antara pejabat swasta dan pejabat pemerintah.
c. Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang impersonal, seperti kongres (parlemen), mahkamah agung, dan pemungutan suara (pemilu).
d. Perkembangan pembedaan antara institusi-institusi politik dan mereka yang terlibat dalam aktivitas yang diasosiasikan dengan institusi-institusi ini.
Suatu penelitian secara khusus telah dilakukan guna menyelidiki nilai-nilai pengasuhan anak yang dilakukan oleh berbagai generasi orang tua di Rusia. Nilai-nilai itu adalah sebagai berikut :
a. Tradisi; terutama agama, tetapi juga termasuk ikatan-ikatan kekeluargaan dan tradisi pada umumnya
b. Prestasi; ketekunan, pencapaian/perolehan, ganjaran-ganjaran material mobilitas sosial.
c. Pribadi; kejujuran, ketulusan, keadilan, dan kemurahan hati.
d. Penyesuaian diri; bergaul dengan balk, menjauhkan diri dari kericuhan, menjaga keamanan dan ketentraman.
e. Intelektual; belajar dan pengetahuan sebagai tujuan.
f. Politik; sikap-sikap, nilai-nilai, dan kepercayaan berkaitan dengan pemerin¬tahan.
Sosialisasi politik adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses dengan jalan mana orang belajar tentang politik dan mengembangkan orientasi pada politik. Adapun sarana alat yang dapat dijadikan sebagai perantara/sarana dalam sosialisasi politik, antara lain :
1) Keluarga (family)
Wadah penanaman (sosialisasi) nilai-nilai politik yang paling efisien dan efektif adalah di dalam keluarga. Di mulai dari keluarga inilah antara orang tua dengan anak, sering terjadi “obrolan” politik ringan tentang segala hal, sehingga tanpa disadari terjadi tranfer pengetahuan dan nilai-nilai politik tertentu yang diserap oleh si anak.
2) Sekolah
Di sekolah melalui pelajaran civics education (pendidikan kewarganegaraan), siswa dan gurunya saling bertukar informasi dan berinteraksi dalam membahas topik-topik tertentu yang mengandung nilai-nilai politik teoritis maupun praktis. Dengan demikian, siswa telah memperoleh pengetahuan awal tentang kehidupan berpolitik secara dini dan nilai-nilai politik yang benar dari sudut pandang akademis.
3) Partai Politik
Salah satu fungsi dari partai politik adalah dapat memainkan peran sebagai sosialisasi politik. Ini berarti partai politik tersebut setelah merekrut anggota kader maupun simpati-sannya secara periodik maupun pada saat kampanye, mampu menanamkan nilai-nilai dan norma-norma dari satu generasi ke generasi berikutnya. Partai politik harus mampu men-ciptakan “image” memperjuangkan kepentingan umum, agar mendapat dukungan luas dari masyarakat dan senantiasa dapat memenangkan pemilu.
Khusus pada masyarakat primitif, proses sosialisasi terdapat banyak perbedaan. Menurut Robert Le Vine yang telah menyelidiki sosialisasi di kalangan dua suku bangsa di Kenya Barat Daya: kedua suku bangsa tersebut merupakan kelompok-kelompok yang tidak tersentralisasi dan sifatnya patriarkis. Mereka mempunyai dasar penghidupan yang sama dan ditandai ciri karakteristik oleh permusuhan berdarah. Akan tetapi, suku Neuer pada dasarnya bersifat egaliter (percaya semua orang sama derajatnya) dan pasif, sedangkan suku Gusii bersifat otoriter dan agresif. Anak dari masing-masing suku didorong dalam menghayati tradisi mereka masing-masing.
4. Sosialisasi Politik dalam Masyarakat Berkembang
Masalah sentral sosiologi politik dalam masyarakat berkembang ialah menyang¬kut perubahan. Hal ini dilukiskan dengan jelas oleh contoh negara Turki, di mana satu usaha yang sistematis telah dilakukan untuk mempengaruhi maupun untuk mempermudah mencocokkan perubahan yang berlangsung sesudah Perang Dunia Pertama. Mustapha Kemal (Kemal Ataturk) berusaha untuk memodernisasi Turki, tidak hanya secara material, tetapi juga melalui proses-proses sosialisasi. Contoh yang sama dapat juga dilihat pada negara Ghana.
Menurut Robert Le Vine, terdapat 3 (tiga) faktor masalah penting dalam sosialisasi politik pada masyarakat berkembang, yaitu sebagai berikut :
a. Pertumbuhan penduduk di negara-negara berkembang dapat melampaui kapasitas mereka untuk "memodernisasi" keluarga tradisonal lewat indus¬trialisasi dan pendidikan.
b. Sering terdapat perbedaan yang besar dalam pendidikan dan nilai-nilai tradisional antara jenis-jenis kelamin, sehingga kaum wanita lebih erat terikat pada nilai tradisonal. Namun, si Ibu dapat memainkan satu peranan penting pada saat sosialisasi dini dari anak.
c. Adalah mungkin pengaruh urbanisasi, yang selalu dianggap sebagai satu kekuatan perkasa untuk menumbangkan nilai-nilai tradisional. Paling sedikitnya secara parsial juga terimbangi oleh peralihan dari nilai-nilai ke dalam daerah-daerah perkotaan, khususnya dengan pembentukan komunitas¬komunitas kesukuan dan etnis di daerah-daerah ini
5. Sosialisasi Politik dan Perubahan
Sifat sosialisasi politik yang bervariasi menurut waktu serta yang selalu menyesuaikan dengan lingkungan yang memberinya kontribusi, berkaitan dengan sifat dari pemerintahan dan derajat serta sifat dari perubahan. Semakin stabil pemerintahan, semakin terperinci agensi-agensi utama dari sosialisasi politik Sebaliknya, semakin besar derajat perubahan dalam satu pemerintahan non totaliter, akan semakin tersebarlah agensi-agensi utama dari sosialisasi politik. Semakin totaliter sifat perubahan politik, semakin kecil jumlah agensi-agensi utama dari sosialisasi politik itu.
Dalam The Civic Culture, Almond dan Verba mengemukakan hasil survei silang nasional (cross-national) mengenai kebudayaan politik. Penelitian mereka menyimpul¬kan bahwa masing-masing kelima negara yang ditelitinya, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Italia, dan Meksiko, mempunyai kebudayaan politik tersendiri. Amerika dan Inggris dicirikan oleh penerimaan secara umum terhadap sistem politik, oleh suatu tingkatan partisipasi politik yang cukup tinggi dan oleh satu perasaan yang meluas di kalangan para responden bahwa mereka dapat mempengaruhi peristiwa-peristiwa sampai pada satu taraf tertentu.
Tekanan lebih besar diletakkan orang-orang Amerika pada masalah partisipasi, sedangkan orang Inggris memperlihatkan rasa hormat yang lebih besar terhadap pemerintahan mereka. Kebudayaan politik dari Jerman ditandai oleh satu derajat sikap yang tidak terpengaruh oleh sistem dan sikap yang lebih pasif terhadap partisipasinya. Meskipun demikian, para respondennya merasa mampu untuk mempengaruhi peristiwa-peristiwa tersebut. Sedangkan di Meksiko merupakan bentuk campuran antara penerimaan terhadap teori politik dan keterasingan dari substansinya.
Suatu faktor kunci di dalam konsep kebudayaan politik adalah legitimasi, sejauh mana suatu sistem politik dapat diterima oleh masyarakat. Legitimasi itu dapat meluas sampai pada banyak aspek dari sistem politik atau dapat dibatasi dalam beberapa aspek. Seperti di Amerika Serikat, kebanyakan orang Amerika menerima lembaga presiden, kongres, dan MA, tetapi penggunaan hak-hak dari lembaga tersebut selalu mendapat kritik dari masyarakat.


6. Sosialisasi Politik dan Komunikasi Politik
Sosialisasi politik, menurut Hyman merupakan suatu proses belajar yang kontinyu yang melibatkan baik belajar secara emosional (emotional learning) maupun indoktrinasi politik yang manifes (nyata) dan dimediai (sarana komunikasi) oleh segala partisipasi dan pengalaman si individu yang menjalaninya. Rumusan ini menunjukkan betapa besar peranan komunikasi politik dalam proses sosialisasi politik di tengah warga suatu masyarakat. Tidak salah jika dikemukakan bahwa segala aktivitas komunikasi politik berfungsi pula sebagai suatu proses sosialisasi bagi anggota masyarakat yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam aktivitas komunikasi politik tersebut.
Dalam suatu sistem politik negara, fungsi sosialisasi menunjukkan bahwa semua sistem politik cenderung berusaha mengekalkan kultur dan struktur mereka sepanjang waktu. Hal ini dilakukan terutama melalui cara pengaruh struktur-struktur primer dan sekunder yang dilalaui oleh anggota muda masyarakat dalam proses pendewasaan mereka. Menurut G. A. Almond, kata “terutama” sengaja digunakan karena dalam sosialisasi politik – seperti halnya belajar dalam pengertian yang umum – tidak berhenti pada titik pendewasaan itu sendiri, terlepas dari bagaimanapun batasannya pada masyarakat yang berbeda-beda.
Di dalam realitas kehidupan masyarakat, pola-pola sosialisasi politik juga mengalami perubahan seperti juga berubahnya struktur dan kultur politik. Perubahan-perubahan tersebut menyangkut pula soal perbedaan tingkat keterlibatan dan derajat perubahan dalam sub sistem masyarakat yang beraneka ragam.
Pada sisi lain, sosialisasi politik merupakan proses induksi ke dalam suatu kultur politik yang dimiliki oleh sistem politik yang dimaksud. Hasil akhir proses ini adalah seperangkat sikap mental, kognisi (pengetahuan), standar nilai-nilai dan perasaan-perasaan terhadap sistem politik dan aneka perannya serta peran yang berlaku. Hasil proses tersebut juga mencakup pengetahuan tentang nilai-nilai yang mempengaruhi, serta perasaan mengenai masukan tentang tuntutan dan claim terhadap sistem, dan output otorotatif-nya.
Dalam proses sosialisasi politik kaitannya dengan fungsi komunikasi politik, berhubungan dengan struktur-struktur yang terlibat dalam sosialisasi serta gaya sosialisasi itu sendiri. Pada sistem politik masyarakat modern, institusi seperti kelompok sebaya, komuniti, sekolah, kelompok kerja, perkumpulan-perkumpulan sukarela, media komunikasi, partai-partai politik dan institusi pemerintah semuanya dapat berperan dalam sosialisasi politik. Kemudian perkumpulan-perkumpulan, relasi-relasi dan partisipasi dalam kehidupan kaum dewasa melanjutkan proses tersebut untuk seterusnya.
Almond, mengatakan bahwa sosialisasi politik bisa bersifat nyata (manifes) dan bisa pula tidak nyata (laten).
Sosialisasi Politik Manifes Sosialisasi Politik Laten
Berlangsung dalam bentuk transmisi informasi, nilai-nilai atau perasaan terhadap peran, input dan output sistem politik. Dalam bentuk transmisi informasi, nilai-nilai atau perasaan terhadap peran, input dan output mengenai sistem sosial yang lain seperti keluarga yang mempengaruhi sikap terhadap peran, input dan output sistem politik yang analog (adanya persamaan).

Dalam suatu bangsa yang majemuk dan besar seperti Indonesia, India, Cina dan sebagainya, informasi yang diterima oleh aneka unsur masyarakat akan berlainan karena faktor geografis baik yang di kota maupun di desa. Pada sebagian besar negara berkembang, pengaruh media masa (radio, surat kabar dan televisi) di pedesaan sangat terbatas. Oleh karena itu, pengaruh struktur-struktur sosial tradisional dalam menterjemahkan informasi yang menjangkau wilayah tersebut amatlah besar. Heterogenitas informasi ini memperkuat perbedaan orientasi dan sikap (attitude) diantara kelompok-kelompok yang mengalami sosialisasi primer yang amat berbeda dari kelompok ataupun teman sebaya.
Berbeda dengan negara yang sudah maju seperti Amerika, Inggris, Jerman dan sebagainya arus informasi relatif homogen. Para elite politik pemerintahan mungkin mempunyai sumber-sumber informasi khusus melalui badan-badan birokrasi tertentu, surat kabar tertentu yang ditujukan pada kelompok kelas atau politik tertentu. Dengan demikian, semua kelompok masyarakat mempunyai akses ke suatu arus informasi dan media massa yang relatif homogen dan otonom sehingga hambatan-hambatan bahasa atau orientasi kultural sangat minim. Masyarakat dapat melakukan kontrol terhadap para elite politik dan sebaliknya kaum elite-pun dapat segera mengetahui tuntutan masyarakat dan konsekuensi dari segala macam tindakan pemerintah.
E. PERAN SERTA BUDAYA POLITIK PARTISIPAN
1. Pengertian Partisipasi Politik
Pembahasan tentang budaya politik tidak terlepas dari partisipasi politik warga negara. Partisipasi politik pada dasarnya merupakan bagian dari budaya politik, karena keberadaan struktur-struktur politik di dalam masyarakat, seperti partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan dan media masa yang kritis dan aktif. Hal ini merupakan satu indikator adanya keterlibatan rakyat dalam kehidupan politik (partisipan).
Bagi sebagian kalangan, sebenarnya keterlibatan rakyat dalam proses politik, bukan sekedar pada tataran formulasi bagi keputusan-keputusan yang dikeluarkan pemerintah atau berupa kebijakan politik, tetapi terlibat juga dalam implementasinya yaitu ikut mengawasi dan mengevaluasi implementasi kebijakan tersebut.
Partisipasi Politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, seperti memilih pimpinan negara atau upaya-upaya mempengaruhi kebijakan pemerintah. Menurut Myron Weiner, terdapat lima penyebab timbulnya gerakan ke arah partisipasi lebih luas dalam proses politik, yaitu sebagai berikut :
a. Modernisasi dalam segala bidang kehidupan yang menyebabkan masyarakat makin banyak menuntut untuk ikut dalam kekuasaan politik.
b. Perubahan-perubahan struktur kelas sosial. Masalah siapa yang berhak berpartisipasi dan pembuatan keputusan politik menjadi penting dan mengakibatkan perubahan dalam pola partisipasi politik.
c. Pengaruh kaum intelektual dan kemunikasi masa modern. Ide demokratisasi partisipasi telah menyebar ke bangsa-bangsa baru sebelum mereka mengembangkan modernisasi dan industrialisasi yang cukup matang.
d. Konflik antar kelompok pemimpin politik, jika timbul konflik antar elite, maka yang dicari adalah dukungan rakyat. Terjadi perjuangan kelas menentang melawan kaum aristokrat yang menarik kaum buruh dan membantu memperluas hak pilih rakyat.
e. Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah sering merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisasi akan kesempatan untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan politik.

2. Konsep Partisipasi Politik
Dalam ilmu politik, dikenal adanya konsep partisipasi politik untuk memberi gambaran apa dan bagaimana tentang partisipasi politik. Dalam perkembangannya, masalah partisipasi politik menjadi begitu penting, terutama saat mengemukanya tradisi pendekatan behavioral (perilaku) dan Post Behavioral (pasca tingkah laku). Kajian-kajian partisipasi politik terutama banyak dilakukan di negara-negara berkembang, yang pada umumnya kondisi partisipasi politiknya masih dalam tahap pertumbuhan.
Dalam ilmu politik sebenarnya apa yang dimaksud dengan konsep partisipasi politik ? siapa saja yang terlibat ? apa implikasinya ? bagaimana bentuk praktik-praktiknya partisipasi politik ? apakah ada tingkatan-tingkatan dalam partisipasi politik ? beberapa pertanyaan ini merupakan hal-hal mendasar yang harus dijawab untuk mendapat kejelasan tentang konsep partisipasi politik.
Hal pertama yang harus dijawab berkenaan dengan kejelasan konsep partisipasi politik. Beberapa sarjana yang secara khusus berkecimpung dalam ilmu politik, merumuskan beberapa konsep partisipasi politik, yang disampaikan dalam tabel berikut :
Sarjana Konsep Indikator
Kevin R. Hardwick Partisipasi politik memberi perhatian pada cara-cara warga negara berinteraksi dengan pemerintah, warga negara berupaya menyampaikan kepentingan-kepentingan mereka terhadap pejabat-pejabat publik agar mampu mewujudkan kepentingan-kepentingan tersebut. • Terdapat interaksi antara warga negara dengan pemerintah
• Terdapat usaha warga negara untuk mempengaruhi pejabat publik.
Miriam Budiardjo Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih pimpinan negara, dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). • Berupa kegiatan individu atau kelompok
• Bertujuan ikut aktif dalam ke-hidupan politik, memilih pim-pinan publik atau mempenga-ruhi kebijakan publik.
Ramlan Surbakti Partisipasi politik ialah keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan menyangkut atau mempengaruhi hidupnya.
Partisipasi politik berarti keikutsertaan warga negara biasa (yang tidak mempunyai kewenangan) dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. • Keikutsertaan warga negara dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik
• Dilakukan oleh warga negara biasa
Michael Rush dan Philip Althoft Partisipasi politik adalah keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam sistem politik. • Berwujud keterlibatan individu dalam sistem politik
• Memiliki tingkatan-tingkatan partisipasi
Huntington dan Nelson Partisipasi politik ... kegiatan warga negara preman (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan kebijakan oleh pemerintah. • Berupa kegiatan bukan sikap-sikap dan kepercayaan
• Memiliki tujuan mempengaruh kebijakan publik
• Dilakukan oleh warga negara preman (biasa)
Herbert McClosky Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum. • Berupa kegiatan-kegiatan sukarela
• Dilakukan oleh warga negara
• Warga negara terlibat dalam proses-proses politik
Berdasarkan beberapa defenisi konseptual partisipasi politik yang dikemukakan beberapa sarjana ilmu politik tersebut, secara substansial menyatakan bahwa setiap partisipasi politik yang dilakukan termanifestasikan dalam kegiatan-kegiatan sukarela yang nyata dilakukan, atau tidak menekankan pada sikap-sikap. Kegiatan partisipasi politik dilakukan oleh warga negara preman atau masyarakat biasa, sehingga seolah-olah menutup kemungkinan bagi tindakan-tindakan serupa yang dilakukan oleh non-warga negara biasa.

Budaya Politik Di Indonesia
Budaya politik adalah kebiasaan berpolitik. Negara kita ini adalah negeri yang menganut paham Demokrasi. Yang dimana dalam prakteknya semua hal harus dibicarakan bersama dan mencapai kesepakatan yang mufakat, contohnya pemilu yang merupakan Budaya politik di Indonesia. Indonesia memiliki kepala negara yaitu presiden, tetapi kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat dan dikembalikan lagi untuk rakyat.
Indonesia harus melewati 4 tahap dalam mencapai kemerdekaanya, tahapan-tahapan itu sebagai berikut :
• Angkatan Perintis ( 1908 )
Dalam angkatan perintis ini, Indonesia masih bersifat kedaerahan. Angkatan ini dimulai dari berdirinya organisasi budi utomo yang diketahui oleh sutomo, yang merupakan pelopor dari berdirinya organisasi-organisasi daerah.
• Angkatan Penegas (1928 )
Dalam angkatan penegas ini, Indonesia telah bersifat Nasional atau kebangsaan yang dipelopori oleh patih gajah mada. Yang teklah mempersatukan organisasi-organisasi di daerah-daerah untuk bersatu dan menjadi organisasi nasional dengan dipersatukan melalui semboyan Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tetap satu jua.
• Angkatan Pendobrak ( 1945 )
Pada angkatan pendobrak ini Indonesia Merdeka. Dan otomatis perubahan status indonesia yang awalnya berbentuk kebangsaan menjadi kenegaraan.
Menurut isi yang ada di UUD 1945 alenia 1 merupakan penjabaran Indonesia sebelummerdeka yang ditandai dengan kalimat “Penjajahan diatas dunia harus dihapuskan”, alenia 2 merupakan penjbaran Indonesia hampir merdeka yang ditandai dengan kalimat “Menuju pintu depan kemerdekaan”, alenia 3 merupakan penjabaran Indonesia merdeka yang ditandai dengan kalimat “Rakyat indonesia menyatakan dengan ini Kemerdekaannya”, alenia 4 merupakan penjabaran Indonesia setelah merdeka yang ditandai dengan 4M,yaitu :
1. Melindungi segenap bangsa indonesia
2. Memajukan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Melaksanakan ketertiban dunia

Indonesia telah melaksanakan pemilu 10 kali,pemilu yang pertama pada tahun 1945 kepemimpinan diketuai oleh Ir.Soekarnon dengan wakilnya MOH. Hatta akan tetapi kepemimpinan ini belum berbentuk kepresidenan dikarenakan tidak adanya pelantikan. Pada tahun 1955,1971,1977,1982,1987,1992,1997 Indonesia dibawah pimpinan Soeharto, 1999 Habibi,2004 Gusdur yang lengser dan hanya sesaat dalam masa jabatannya kemudian digantikan oleh Megawati,yang pemilihannya dilakukan oleh MPR dan terakhir tahun 2009 SBY, yang cara pemilihannya dilakukan secara pemilu oleh semua rakyat indonesia.
                                                         (http://cumut.wordpress.com/2009/01/21/budaya-politik-di-indonesia/)























Materi Pkn kls X smtr 1


  • HAKEKAT BANGSA
    DAN
    UNSUR - UNSUR TERBENTUKNYA BANGSA
  • BANGSA   
  • Oleh Agustin Ws    
  1. Bangsa Indonesia terdiri dari
            berbagai suku bangsa
                            Membentuk Negara Indonesia.
            Dalam arti sosiologis - Bangsa -kelompok Pegayuban secara di takdirkan untuk bersama, senasib sepenanggungan dalam suatu negara
  • PENGERTIAN BANGSA
    BEBERAPA AHLI KENEGEGARAAN
  1. ERNEST RENAN - PERANCIS
            *          Bangsa terbentuk karena adanya
                        keinginan untuk hidup bersama        dengan perasaan kesetiakawanan    yang agung

  1. F. RATZEL - JERMAN
            *          Adanya hasrat bersatu.
                        Hasrat timbul karena adanya rasa   kesatuan antara manusia dan tempat
                        tinggalnya ( PAHAM GEOPOLITIK )

  1. HANS KOHLN - JERMAN
            *          Buah hasil tenaga hidup manusia dalam       sejarah. Golongan yang beraneka ragam     dan tidak di rumuskan - eksak             

  1. JACOBSEN DAN LIPMAN
            *          Kesatuan budaya ( Cultural Unity )             dan kesatuan politik ( Political Unity )
                       
  1. OTTO BAUER - JERMAN
            * Kelompok manusia mempunyai     karakter - tumbuh karena adanya    kesamaan fisik 
  • Terbentuknya Bangsa
                        HANS KOHN :
                        Kebanyakan bangsa terbentuk         karena adanya faktor - obyektif       tertentu yang membedakan dengan bangsa lain :

Ø      Kesamaan Keturunan
Ø      Wilayah
Ø      Bahasa
Ø      Adat Istiadat
Ø       Kesamaan Politik
Ø      Perasaan
Ø      Agama

                        FREDERIK HERTZ - JERMAN
                        Dalam buku Nationality In History And Poltics
                       
                        Ada 4 unsur yang berpengaruh dalam terbentuknya suatu negara :
  1. Keinginan untuk mencapai kesatuan Nasional
  Keseragaman : - Sosial
                            - Ekonomi
                            - Politik
                            - Agama
                            - Kebudayaan
                            - Komunikasi dan
                            - Solidaritas

  1. Keinginan untuk mencapai kemerdekaan Nasional bebas dari dominasi dan campur tangan bangsa asing
  1. Keinginan akan kemandirian, Keunggulan, Indifidualitas, Keaslian atau Kekhasan - menjadi tinggi Bahasa Nasional
  1. Keinginan untuk menonjol diantara bangsa - bangsa dalam mengejar kehormatan pengaruh prestise
           
  • UNSUR TERBENTUKNYA BANGSA
v     OOPENHEIMER & LAUTHER PACHT
            Negara harus memenuhi syarat
  1. Rakyat yang bersatu
  2. Daerah - wilayah
  3. Pemerintahan yang berdaulat
  4. Pengakuan dari Negara lain

v     KONVENSI MONTEVIDEO 1933
            Unsur - unsur berdirinya suatu Negara
  1. Rakyat ( Penghuni )
  2. Wilayah yang permanen
  3. Penguasa yang berdaulat
  4. Kesanggupan berhubungan dengan Negara
  5. Pengakuan Deklaratif

  1. RAKYAT SECARA POLITIS

  =        Rakyat adalah semua orang yang berada dan berdiam dalam suatu Negara menjadi penghuni Negara yang tunduk pada kekuasaan Negara itu    


a)      Rakyat :
            : Semua orang yang berada berdiam
                        dalam suatu Negara yang tunduk     pada kekuasaan Negara

b)      Penduduk :
            :           Mereka yang berada di dalam
                        Bertempat tinggal – Berdomisili di   dalam suatu wilayah Negara
                        ( Menetap ) - Lahir secara turun       temurun & besar di Negara itu     
                                   

c)      WARGA NEGARA :
            :           Mereka yang berdasarkan hukum   tertentu merupakan anggota dari     suatu Negara
                        Menurut UUD – Perjanjian diakui sebagai Warga Negara – Melalui     Naturalisme
d)      WILAYAH
            :           Tempat tinggal rakyat &       Pemerintahan yang berdaulat
  • WILAYAH MENCAKUP
  1. LAUTAN

  1. UDARA          :
                                    : Wilayah udara berada                                    permukaan Bumi - diatas                              Daratan & Lautan dapat                                  digunakan untuk :
                                                            - Radio
                                                            - Satelit
                                                            - Penerbangan

  1. DAERAH EXTRATERITORIAL
            Menurut Hak Intenal mencakup
  1. Daerah perwakilan Diplomatik di suatu Negara
  2. Kapal yang berlayar dibawah bendera suatu Negara
HAKIKAT BANGSA DAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (NKRI)
Hakikat Bangsa
Aristoteles manusia adalah mahkluk sosial

Menurut Prof.Dr. Notonagoro, manusia sebagai makhlukTuhan yang Maha Esa pada hakikatnya memiliki dua kedudukan, yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Pengertian Bangsa
Suatu kelompok masyarakat yang berkemauan untuk mempunyai negara atau untuk bernegara disebut bangsa.
Menurut Lothrop Stoddard, bangsa adalah suatu kepercayaan yang dimiliki oleh sejumlah orang yang cukup banyak bahwa mereka merupakan suatu bangsa
Ernest Renan, bangsa adalah kelompok manusia yang terbentuk karena mereka memiliki kemauan untuk bersatu
Menurut Friederich Ratzel, bangsa adalah sesuatu yang terbentuk karena adanya hasrat untuk bersatu
Teori Kebangsaan
Hans Kohn : bahwa bangsa itu terbentuk karena persamaan bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah, negara, dan kewarganegaraan
Ernest Renan : Bangsa adalah suatu jiwa dan suatu asas kerohanian, solidaritas ,suatu hasil sejarah, Bangsa bukan merupakan sesuatu yang abadi, Wilayah dan ras bukanlah suatu penyebab timbulnya bangsa.
Frederich Ratzel (Teori Geopolitik)  dalam bukunya “Political Geography” (1987). Teori tersebut menyatakan bahwa negara merupakan suatu organisme yang hidup.
Bangsa Indonesia
Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang sejak zaman kerajaan-kerajaan Sriwijaya, Majapahit, serta saat penjajahan oleh bangsa asing selama tiga setengah abad.
Hakikat Negara
Pada dasarnya, negara merupakan integrasi dan kekuasaan politik.
Negara menentukan bagaimana kegiatan asosiasi-asosiasi kemasyarakatan disesuaikan satu sama lain dan diarahkan kepada tujuan nasional. Pengendalian ini dilakukan berdasarkan sistem hukum dan dengan perantaraan pemerintah. beserta segala alat-alat perlengkapannya
Dua tugas Negara
Mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang asosial dan antagonis (pertentangan) yang membahayakan;
Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan ke arah tercapainya tujuan-tujuan dan masyarakat seluruhnya
Definisi Negara
Roger H. Soltau : “Negara adalah alat (agency) atau wewenang (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat.”
Harold J. Laski : “Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dan masyarakat itu.,,
Max Webber : “Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah.”
Robert W. Maciver : “Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa.”
Teori-teori Terbentuknya Negara
Teori Perjanjian Masyarakat atau Kontrak Sosial
Teori Ketuhanan
Teori kekuatan
Teori Organis
Teori historis atau teori evolusionistis
Sifat-sifat Negara
Sifat Memaksa
Sifat Monopoli
Sifat Mencakup Semua
Unsur-unsur Negara
Unsur konstitutif adalah unsur yang bersifat mutlak bagi terbentuknya sebuah negara.
Unsur deklaratif hanya bersifat menyatakan bahwa negara telah berdiri sehingga bukan merupakan unsur pembentuk negara.
Pengakuan dibagi menjadi dua, defacto dan dejure
Pengakuan defacto adalah pengakuan berdasarkan kenyataan atau pengakuan bahwa secara fisik di suatu wilayah telah berdiri sebuah Negara
Pengakuan dejure adalah pengakuan secara resmi menurut hukum tentang berdirinya sebuah negara.
konsekuensi yuridis sebuah pengakuan adalah :
Pengakuan tersebut merupakan pembuktian atas keadaan yang sebenarnya.
Pengakuan mengakibarkan akibat-akibat hukum tertentu dalam mengembalikan tingkat hubungan diplomatik antara negara yang mengakui dan yang diakui.
Pengakuan memperkokoh status hukum negara yang diakui di hadapan pengadilan negara yang mengakui.
Bentuk-bentuk Kenegaraan
Perserikatan Negara
Uni
Dominion
Koloni
Protektorat
Negara mandat
Pengertian Negara Kesatuan Republik Indonesia
Bangsa Indonesia, memiliki suatu ciri khas, yaitu dengan mengangkat nilai-nilai yang telah dimilikinya sebelum membentuk suatu negara modern. ciri khas keanekaragaman. Karena keanekaragaman menghasilkan filsafat yang digali dan pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila pada hakikatnya adalah suatu negara kesatuan, suatu negara kebangsaan, serta suatu negara yang bersifat integralistik.
Teori Tujuan
perseorangan (individu) dan sebagai makhluk sosial.
Ajaran Negara Kekuasaan  orang mendirikan negara maksudnya untuk menjadikan negara itu besar dan jaya.
Ajaran Theokratis (Kedaulatan Tuhan) : Tujuan negara itu ialah untuk mencapai penghidupan dan kehidupan yang aman dan tenteram dengan taat kepada dan di bawah pimpinan Tuhan
Ajaran Negara Polisi Negara bertujuan mengatur semata-mata keamanan dan ketertiban dalam negara (Immanuel Kant).
Ajaran Negara Hukum Negara bertujuan menyelenggarakan ketertiban hukum dengan berdasarkan dan berpedoman pada hukum (Krabbe).
Teori Fungsi Negara
Menurut Jacobson dan Lipmann fungsi negara meliputi fungsi esensial, jasa, dan perniagaan
Menurut Charles E. Merriam fungsi negara mencakup lima hal, yaitu: keamanan ekstern, ketertiban intern,
keadilan, kesejahteraan umum, dan kebeba
   Tujuan dan Fungsi Negara Republik    Indonesia
Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti dimuat dalam Pembukaan alinea keempat UUD 194 adalah
1. melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
2. memajukan kesejahteraan umum
3. mencerdasakan kehidupan bangsa, dan
4. ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan             keadilan sosial.
Fungsi Negara Indonesia adalah
         Melaksanakan penertiban (law and order)
         Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya
         Pertahanan
         Menegakkan keadilan
Pengertian Umum Nasionalisme
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian Nasionalisme adalah “pencinta nusa dan bangsa sendiri”, “memperjuangkan kepentingan bangsanya”, “paham untuk mencintai bangsa dan negara sendiri”, “politik untuk membela pemerintahan sendiri”, “semangat kebangsaan”, atau “kesadaran keanggotaan di suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu”.
Nasionalisme dibedakan menjadi dua macam, yaitu
Dalam arti luas, nasionalisme adalah paham kebangsaan, yaitu mencintai bangsa dan negara dengan tetap mengakui keberadaan bangsa dan negara lain.
Dalam arti sempit, nasionalisme diartikan sebagai mengagung-agungkan bangsa dan negara sendiri dan merendahkan bangsa lain
Nasionalisme Indonesia
Prinsip-Prinsip Nasionalisme Indonesia Pancasila adalah bersifat “majemuk tunggal”.
Adapun unsur-unsur yang membentuk nasionalisme (bangsa) Indonesia adalah
         kesatuan sejarah;
         kesamaan nasib;
         kesatuan kebudayaan;
         kesatuan wilayah;
         kesatuan asas kerokhanian
Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Nasionalisme
Ø      menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan;
Ø      sanggup/rela berkorban untuk bangsa dan negara;
Ø      mencintai tanah air dan bangsa;
Ø      bangga berbangsa dan bernegara Indonesia;
Ø      menjungjung tinggi persatuan dan kesatuan berdasarkan prinsip Bhineka Tunggal Ika;
Ø      memajukan pergaulan untuk meningkatkan persatuan bangsa dan negara.
Semangat Patriotisme Indonesia
mempunyai ciri-ciri
cinta tanah air;
rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara;
menempatkan persatuan, kesatuan, serta keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan;
berjiwa pembaharuan dan tak kenal menyerah
Perwujudan Nasionalisme dan Patriotisme
Dalam kehidupan negara
*      Membayar pajak secara tertib
*      Menjaga fasilitas-fasilitas umum,
*      Mengharumkan nama bangsa dalam dunia internasional
*      Memberikan sumbangan devisa bagi negara
*      Berpartisipasi aktif dalam ikut memberantas korupsi dan kolusi serta nepostisme
Perwujudan Nasionalisme dan Patriotisme
Kerja bakti memajukan daerahnya
*      Mendorong masyarakat melalui penyuluhan tentang pentingnya lingkungan yang bersih dan sehat
*      Menjadi orang tua asuh untuk membiayai pendidikan anak tak mampu di lingkungannya
*      Menjaga nama baik masyarakat dengan tidak melalukan tindakan tercela
*      Menjaga dan mencegah agar lingkungan tetap sehat dalam arti fisik atau moral
Perwujudan Nasionalisme dan Patriotisme
Dalam kehidupan berkeluarga
*      Menjaga nama baik keluarga
*      Berjuang untuk kemajuan dan kesejahteraan keluarga
*      Orang tua yang sädar akan pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya dengan kerja keras mencarikan biaya
*      Dengan tulus merelakan kepergian putra-putrinya menjadi guru di daerah terpencil
Perwujudan Nasionalisme dan Patriotisme
Dalam kehidupan sekolah
*      Menjaga nama baik sekolah
*      Mengharumkan nama baik sekolah, misalnya menjadi juara dalam lomba di berbagai bidang
*      Belajar tekun untuk mendapatkan prestasi yang membanggakan baik bagi sekolah atau bagi dirinya sendiri
*      Melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai siswa sesuai denga tata tertib sekolah
*      Sumbangan dan para siswa untuk korban bencana alam merupakan partisipasi siswa yang menunjukkan keluhuran budi pekertinya
         SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL
         BAB 2
         Pengertian Sistem
         Prof. Subekti, S.H. berpendapat bahwa “suatu sistem adalah suatu susunan atau tatanan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, terusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu penulisan untuk mencapai suatu tujuan”
         Pengertian Hukum
         Utrecht memberikan batasan hukum sebagai “himpunan peraturan-peraturan (perintah dan larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati”.
         Prof. Mr. E. M. Meyers menyatakan hukum sebagai semua peraturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.
         Leon Duguit mendefinisikan hukum sebagai aturan tingkah laku para anggota masyarakat yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dan kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan réaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
         S. M. Afflin, S.H menyatakan bahwa kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dan norma-norma dan sanksi sanksi itulah yang disebut hukum dan tujuan hukum tersebut adalah menegakkan tata tertib dalam pergaulan manusia sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara.
         Unsur-unsur Hukum
         Peraturan tentang tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat;
         Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib;
         Peraturan itu bersifat memaksa;
         Sanksi terhadap pelanggaran peraturan bersifat tegas.
         Sumber-sumber Hukum
         Sumber hukum adalah segala yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
         Sumber-sumber hukum formal
         Undang-undang (statuta)
         Kebiasaan (custom)
         Keputusan hakim (jurisprudensi)
         Traktat (treaty)
         Pendapat sarjana hukum (doktrin)
         Macam-macam Penggolongan Hukum
Hukum menurut sumbernya
         Hukum undang-undang
         Hukum kebiasaan
         Hukum traktat
         Hukum yurisprodensi
Hukum menurut bentuknya
         Hukum tertulis
         Hukum tidak tertulis atau konvensi
Hukum menurut tempat berlakunya
         Hukum lokal
         Hukum nasional
         Hukum internasional
         Hukum asing
Hukum menurut waktunya
         Ius constitutum (hukum positif)
         Ius constituendum (hukum masa depan)
         Hukum alam (hukum asasi)
Hukum menurut sifatnya
         Hukum memaksa:
         Hukum yang mengatur
         Hukum menurut wujudnya
         Hukum objektif
         Hukum subjektif
Hukum menurut cara mempertahankannya
         Hukum materiil
         Hukum formal
Hukum menurut isinya
         Hukum publik
         Hukum privat

         Negara Hukum
         Pada prinsipnya menghendaki segala tindakan atau perbuatan penguasa mempunyai dasar hukum yang jelas atau ada legalitasnya baik berdasarkan hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.
         Kekuasaan Kehakiman di Indonesia
         UUD 1945 Pasal 24 ayat (2), kekuasaan kehakiman di Indonesia dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkup peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi
         Undang-undang yang secara khusus mengatur tentang Kekuasaan Kehakiman adalah Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang kekuasaan kehakiman yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 dan diubah lagi dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman.
         Lembaga-lembaga peradilan di Indonesia
         Mahkamah Konstitusi
         Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya
        Peradilan Umum,
        Peradilan Agama,
        Peradilan Militer, dan
        Peradilan Tata Usaha Negara.
         Landasan hukum badan-badan peradilan di Indonesia
         UU No. 14 Tahun 1985 yang diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004 tentang perubahan atas UndangUndang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
         UU No. 2 Tahun 1986 yang kemudian diubah dengan UU No. 8 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
         UU No. 7 1989 tentang Peradilan Agama
         UU No. 7 Tahun 1989 yarg diubah dengan UU No. 31 Tahun 1997 tentang peradilan militer
         UU No, 5 Tahun 1986 yang kemudian diubah dengan UU No. 9 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
         UU No. 24 Tahun 2004 tentang Mahkamah Konstitusi
         UU No. l4Tahun 1970 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 35 Tahun 1999 tentang perubahan atas UU. No. 14 Tahun 1970 dinyatakan tidak berlaku lagi dengan UU No. 4 Tahun 2004 tentang badan-badan peradilan di Indonesia
         Prinsip-prinsip Pokok Kekuasaan Kehakiman
         Garis besar ketentuan-ketentuan pokok Kekuasaan Kehakiman menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 yang pada intinya berdasarkan pada Pancasila.
         Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Pengertian Korupsi
         Korupsi dalam pengertian paling umum adalah pengabaian atau penyisihan atas suatu standar yang seharusnya ditegakkan. Secara sempit, korupsi diartikan sebagai pengabaian standar perilaku tertentu oleh pihak yang berwenang demi memenuhi kepentingan diri sendiri.
Ciri-ciri korupsi antara lain sebagai berikut:
         Perbuatan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara:
         Perbuatan yang merugikan negara:
         Tindakan yang merugikan kepentingan umum dan masyarakat:
         Tindakan memperkaya diri sendiri dengan jalan menyalahgunakan kekuasaan.
         Landasan Hukum Pemberantasan Korupsi di Indonesia
         Tap MPR RI No. XJ/MPR11998
         Undang-Undang No. 28 Tahun 1999
         Undang-Undang No. 31 Tahun 1999
         Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Perubahan Atas UU RI No. 31 Tahun 1999
         Undang-Undang No. 30 Tahun 2002
         Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 65 Tahun 1999
         Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 66 Tahun 1999
         Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 67 Tahun 1999
         Peraturan Pemerintah No 68 Tahun 1999
         Konsep Dampak Negatif Korupsi
         Wilayah-wilayah Rawan Korupsi
         Wilayah penegakkaan hukum
         Wilayah Partai Politik
         Wilayah Lembaga Legeslarif
         Wilayah Pemerintah Daerah
         Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Mekanisine penggulangannya dapat ditempuh melalui berbagai sisi.
         Dan sisi politik dalam bentuk adanya kemauan politik
         Dengan menegakkan hukum secara adil
         Membangun lembaga lembaga yang mendukung upaya pencegahan korupsi
         Membangun mekanisme yang menjamin dilaksanakannya praktek good govermance,
         Memberikan pendidikan, baik dalam konteks formal maupun sosial,
         Lewat pendekatan religi
         Peran Organisasi Nonpartai
        Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
        perguruan tinggi,
        lembaga riset,
        organisasi kemasyarakatan (ormas), dan
        kelompok kepentingan.
         Peran Masyarakat dalam Upaya Pemberantasan Korupsi
Menurut UU No. 31 Tahun 1999
         Hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan tindak pidana korupsi;
         Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara rindak pidana korupsi;
         Hak menyampaikan Saran dan pendapat secara bertanggungjawab kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;
         Hak memperoleh jawaban atas pertanyaan rentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari;
         Hak untuk memperoleh perlindungan hukum;
         Penghargaan pemerinrah terhadap masyanakat.

         Peran Media Massa
         Memberikan pendidikan politik kepada masyarakat agar mampu mengkritisi setiap kebijakan pemerintah sehingga rakyat mampu berpartisipasi dalam pemerintahan;
         Di samping itu, media massa memainkan peran strategis dalam mengkomunikasikan dukungan dan tuntutan publik terhadap pemerintah, dan juga sebaliknya;
         Peran yang dimainkan media massa ini diharapkan justru akan memperkuat masyarakat
         Media massa memberikan control terhadap setiap kebijakan pemerintah dalam arti luas.

         PERAN SERTA DALAM UPAYA
PEMAJUAN, PENGHORMATAN DAN PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA
BAB 3
         Upaya Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan HAM
Pengertian HAM
         Jan Materson (dan Komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Right United Nations, menegaskan bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak yang ada pada setiap manusia yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
         Menurut John Locke, hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. Oleh karenanya, tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya.
         Undang-Undang Nomor 39 rahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 1 menyebutkan bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormari, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum pemenintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabar manusia.
         Menurut Miriam Budiardjo, hak asasi manusia adalah hak manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersama dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam masyarakat.

         Ciri pokok HAM
         HAM tidak perlu diberikan, dibeli, ataupun diwarisi, HAM adalah bagian dan manusia secara otomatis.
         HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik, atau asal-usul sosial dan bangsa.
         HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang temp mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM.

         Macam-macam HAM
         Hak asasi ptibadi atan personal rights
         Hak asasi ekonomi atau property rights
         Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan atau rights of legal equality
         Hak asasi politik atau political rights
         Hak asasi sosial dan kebudayaan atau social and cultural rights
         Hak asasi mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan atau procedural rights.
         Menurut UUD 1945, amandemen I-IV, HAM adalah :
         Hak kebebasan untuk mengeluarkan pendapat,
         Hak kedudukan yang sama di dalam hukum,
         Hak kebebasan berkumpul,
         Hak kebebasan beragama,
         Hak penghidupan yang layak,
         Hak kebebasan berserikat, dan
         Hak memperoleh pengajaran atau pendidikan.

         Sejarah Perkembangan HAM
         Magna Ghana (Piagam Agung, 1215)
         Bill of Rights (Undang-Undang Hak, 1689)
         Declaration des Droits de L’homme et du citoyen (Pernyataan Hak-Hak Manusia dan Warga Negara, 1789)
         Bill of Rights (Undang-Undang Hak, 1769)
         The Four Freedoms (Empat Kebebasan)
         Convenants of Human Rights (1966)
         Upaya Pemerintah dalam Menegakkan HAM
         Pembentukan Komisi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia pada tahun 1993;
         Dimasukkannya materi hak asasi manusia aaiam kurikulum sekolah;
         Diratifikasinya beberapa instrumen hukum hak asasi manusia dunia;
         Pengesahan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia;
         Penambahan pasal-pasal khusus mengenai hak-hak asasi manusia dalam Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pada tahun 2000;
         Pembentukan Kantor Menteni Negana Urusan Hak Asasi Manusia dalam Kabinet Persatuan Nasional pada tahun 1999;
         Pembentukan peradilan hak asasi manusia untuk mengadili pelanggaran HAM berat.
         Penegakan, Pemajuan, dan Perlindungan HAM di Indonesia
Penanggung jawab
         Perlindungan HAM adalah tanggung jawab negara (state). UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM juga nampak lebih mengedepankan tanggung jawab perlindungan (protection), pemajuan (promotion), penghormatan (respect), dan pemenuhan (fulfillment) HAM pada pemerintah
Masalah-masalah Penegakan Hak Asasi Manusia
         Perpres Nomor 7 Tahun 2004 tentang Program Pembangunan Jangka Menengah mengemukakan tiga masalah upaya penegakan HAM di Indonesia, yaitu masih banyaknya pelanggaran HAM, impunitas, dan tidak berfungsinya institusi-institusi negara yang berwenang.
         Proses Upaya Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan HAM di Indonesia
         Pembentukan Komisi Nasional hakasasi Manusia (Komnas HAM) pada tahun 1993;
         Pemberlakuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang hakasasi Manusia (HAM);
         Pemberlakuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tentang Pengadilan hakasasi Manusia (HAM);
         Ratifikasi International Covenant on Politi cal Rights (ICCPR) dan International Convention on Economic, Social, and Cultural Rights (ICESR).
         Pengadilan Hak Asasi Manusia
di Indonesia
Pembentukan.
         Pada tanggal 23 April 2001 telah diundangkan Keputusan Presiden Republik Indonesia
         Nomor 53 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
         Karakteristik Pengadilan HAM di Indonesia
Struktur dan Jurisdiksi/Kewenangan Pengadilan HAM di Indonesia
         Pengadilan hak asasi manusia merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum.
         Pengadilan hak asasi manusia berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
         Pengadilan hak asasi manusia bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara. pelanggaran HAM yang berat.
         Pengadilan HAM berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM berat yang dilakukan warga Negara Indonesia yang dilakukan di luar batas wilayah Negara RI.
         Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus pelanggaran berat HAM yang dilakukan oleh orang yang berumur di bawah 18 tahun. Pelanggaran I-lAM berat yang dilakukan seseorang yang berumur di bawah 18 tahun diperiksa dan diputus oleh pengadilan negeri.

Pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM) meliputi kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida
         Pelanggaran dan Penegakan HAM di Indonesia
Macam-macam Pelanggaran HAM
         Kejahatan genosida
         Kejahatan kemanusiaan
Penanganan terhadap Kasus Pelanggaran HAM Berat
         Penanganan terhadap pelanggar HAM sepanjang tidak diatur lain dalam UU maka untuk mengadili pelanggar HAM berat berlaku hukum acara pidana.
         Pelanggaran HAM berat
Hukuman terhadap pelanggaran HAM berat
         Hukuman mati,
         Penjara seumur hidup, dan
         Hukuman penjara (lamanya berkisar antara 5 hingga 25 tahun
Alur peradilan pelanggar HAM berat di Indonesia

         Bentuk Partisipasi Warga Negara dalam Upaya Pemajuan dan Penegakan HAM
         Berusaha berperilaku sesuai dengan hak asasi manusia.
         Berusaha memahami berbagai instrumen hak asasi manusia
         Menghormati dan mendiskusikan berbagai perkembangan hak asasi manusia dan peristiwa pelanggaran hak asasi manusia,
         Melibatkan diri dalam kelompok seminar atau organisasi pemerintah dan advokasi hak asasi manusia.
         Turut serta membangun opini publik
         Bersedia menyatakan solidaritas dalam bentuk tindakan nyata untuk membantu korban pelanggaran hak asasi manusia, terutama di lingkungan sekitar kita
         Instrumen Hukum dan Peradilan Internasional HAM
Bentuk-bentuk pelanggaran HAM menurut Hukum Internasional adalah sebagai berikut
         Kejahatan terhadap kemanusiaan;
         Kejahatan genosida;
         Kejahatan humaniter;
         Kejahatan agresi.

         Peradilan Pidana Internasional HAM
(International Criminal Court)
Sejarah berdirinya
         17 Juli 1998 draf disahkan di Roma, Italia dengan nama Statute of International Criminal Court, di sebut Statuta Roma (SR).Mahkamah Pidana Inrernasional atau International Criminal Court (ICC) resmi menjadi badan baru Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Kedudukan Pengadilan Pidana Internasional
         Pengadilan Pidana Internasional diretapkan berkedudukan di Den Haag, Belanda
         Pengadilan dapat bersidang di tempat lain apabila dianggap perlu (pasal 3)

                                                                                                                                 Finist smtr 1